Welcome To My Imagination: CERPEN: Five Seasons Of Death Goddess

CERPEN: Five Seasons Of Death Goddess



3 Januari 2014
Aku melihatnya... Aku melihatnya... Lagi... Ini yang kelima kalinya. Namun ada yang berbeda dengan raut wajahnya. Laki-laki itu tampak lesu berjalan dengan kedua kakinya yang lemah, mukanya kusut, dan badannya bergetar hebat. Apa yang terjadi padanya? Matanya yang dulu berbinar kini redup tak bercahaya. Langkahnya yang dulu tegap kini lunglai tak berdaya.  Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku. Karena tak sabar, aku segera menghampirinya. Tiba-tiba sebuah truk melaju kencang ke arahnya. Bodoh apa yang dia lakukan? Mengapa dia tidak menghindar? Aku tau hari ini waktunya dia mati, tapi bukan dengan cara begini. Kenyataan ini membuatku tertegun. Aku tau ini saatnya, aku datang melihatnya dengan sengaja untuk terakhir kalinya. Namun tak tahu kenapa kakiku bergerak sendiri menuju ke arahnya, bukan untuk mencabut nyawanya tapi untuk menyelamatkannya. Aku berpikir ini adalah kesalahan, tapi kakiku tak berkompromi dan tetap berlari ke arahnya, mencoba menggapai tubuhnya dan semoga sempat, pikirku dalam hati.
6 Januari 2014
Badanku kedinginan dan sedikit basah oleh hujan. Kutatap langit dan setetes air jatuh ke wajahku dan mengalir menuruni dahi, hidung, bergantung sejenak di bawah daguku dan jatuh ke tanah. Aku meniupkan udara ke sekelilingku, setelah kutiup pasti sebentar lagi akan hangat. Dua detik, lima detik, sepuluh detik dan nothing happened. Aku lupa aku baru saja kehilangan kekuatanku di tangan ratu dewi sialan dan karena peraturan yang sialan pula. Biasanya aku selalu suka hujan. Bagiku di negeri ini, hujan menjadi selingan yang menarik diantara empat musim karena selalu datang di waktu yang tidak diduga dan hadir di musim apapun. Namun tidak kali ini, ketika kontrol akan kekuatanku menghilang membuat semua badanku menjadi basah dan gigiku bergemeletuk menahan angin dingin yang berhembus. Kini aku tahu mengapa orang-orang menyumpah jika hujan datang. Hujan rintik-rintik mungkin indah tapi tidak dengan hujan deras, airnya akan jatuh ke seluruh permukaan bumi dan mengenaimu bagaikan hunjaman duri di seluruh tubuh. Perlahan malam kembali memelukku dalam diam.
11 Januari 2014
Dia kembali malam ini. Senyumnya yang hangat dapat membuat suasana hatiku berubah. Aku bertemu dengannya kemarin, dan dia bersedia untuk bertemu kembali lagi hari ini. Wajahnya dengan garis rahang yang terlalu tegas dan alisnya yang cukup tebal kelihatan aneh dengan senyum kocaknya. Tapi ada sesuatu di wajahnya yang membuatku tak dapat memalingkan pandanganku padanya. Kali ini dia mengenakan kaus putih dengan kemeja hijau tua tak dikancingkan. Penampilannya sangat kontras dengan cuaca saat ini yang sangat dingin dan hal itu seakan-akan tidak mengganggunya sama sekali. Hari ini dia membawaku ke berbagai tempat yang belum pernah kukunjungi sama sekali. Satu hal yang kusadari, takoyaki adalah satu-satunya makanan yang dapat membuat perutku meminta lebih, dan mungkin juga kopi susu kaleng. Aku heran kenapa aku menyukai dua makanan tadi, tapi mungkin itu karena kedua makanan tersebut diberikan oleh laki-laki itu. Aku tidak tahu bagaimana kalau orang lain yang memberikannya dan karena belum pernah ada yang melakukannya.
            Kami juga ke bioskop yang aku tahu sebagai tempat para manusia memuaskan hasratnya menonton film-film baru. Satu film yang cukup menguras air mataku adalah tentang seorang duyung yang mengubah kedua ekornya dengan sepasang kaki dengan mengorbankan suaranya hanya untuk bisa bersama dengan pria pujaannya, tapi pada akhirnya karena ia tidak bisa bicara dan mengungkapkan cintanya ia menghilang menjadi buih di lautan ketika sang pria menikah dengan orang lain. Kisah itu membuatku tertegun dan tak bisa membalas salam lelaki itu ketika kami berpisah di taman.
                                                                  ***

            Taiga memperhatikan Zoe-nama itu bagaikan dewi ketika ia melafalkannya-setelah berpisah sehabis kencan mereka. Itupun kalau bisa disebut kencan, mungkin bagi Zoe itu hanyalah jalan-jalan dengan teman. Dia bahkan sempat menatap ke dalam mata itu dan ia tahu ia mencintai wanita itu. Tapi sepertinya Zoe tidak merasakan hal yang sama. Sejak ‘kencan’ pertama, mereka tidak pernah berpegangan tangan. Dari pertemuan mereka tadi malam, ia menangkap raut kekhawatiran yang selalu menggantung di wajah Zoe yang ia lihat sejak pertama kali bertemu sudah tidak nampak lagi. Dan Zoe sudah mulai tersenyum dan satu hal yang ia tahu bahwa senyum Zoe sangatlah hangat bagaikan matahari di musim panas
18 Januari 2014
            Sejak saat itu, aku dan Taiga-nama yang terdengar kuat dan terasa pas di lidah ketika aku mengucapkannya-sering keluar bersama bahkan ketika di hari sibuk sekalipun. Kapanpun kami mempunyai waktu, kami selalu menyempatkan diri ke taman di tengah kota. Pada awalnya aku tidak mengerti mengapa sebuah taman bisa menjadi tempat yang sangat indah, aku hendak bertanya pada Taiga tapi aku khawatir dia akan menganggapku aneh, makanya aku diam saja. Akan tetapi pada suatu hari Taiga mengatakan padaku bahwa dia suka sekali dengan taman.
            Di taman dia bisa merasakan bagaimana pepohonan bisa mempunyai variasi yang indah ketika musim berganti. Terkadang pepohonan menjadi sangat hijau di musim panas yang kemudian menjadi merah di musim gugur dan pada akhirnya tinggal ranting saja ketika musim dingin tiba membuat pepohonan terlihat seperti raksasa dengan seribu tangan. Setelah itu musim semi menjadi sepotong keajaiban di antara musim lainnya dengan menumbuhkan daun-daun yang baru setelah musim dingin berakhir bagaikan reinkarnasi dan membuat dunia terlihat lebih hidup.
            Aku juga mengetahui bahwa Taiga suka dengan hujan, baginya hujan adalah semacam candu yang tidak berbahaya di antara empat musim. Ketika hujan ia juga dapat melepaskan diri sejenak dari kesibukan kerja sembari menatap jendela yang basah oleh tetesan air hujan. Aku tersenyum dalam hati mengingat alasanku menyukai hujan  hampir sama dengan dirinya.
25 Januari 2014
Sepertinya tuhan tidak memberikan kesempatan untuk berjalan berdua dengan Taiga malam ini. Taiga membawa teman-temannya malam ini dan mengajakku ikut bersama mereka. Aku sejujurnya tidak suka bergerombol bersama orang lain tapi bagaimana lagi yang penting Taiga ada disana sehingga aku benar-benar tidak terlihat asing di mata mereka.
            Aku tahu kalau Taiga itu sangat disukai banyak orang tapi aku tidak menduganya akan seperti ini. Orang-orang di sekelilingnya seakan-akan terhipnotis setiap ia berkata dan tertawa walaupun sebenarnya itu bukan sesuatu yang lucu. Beberapa teman kantornya yang wanita mendekati Taiga dan bercanda dengannya. Mungkin ini perasaanku saja tapi Taiga terlihat sepintas tidak nyaman dengan para wanita tersebut. Kecemburuan menyerangku dan di sisa waktu itu aku tidak berbicara sepatah kata pun. Malam itu kami akhiri dengan saling berpisah di depan rumah makan dan ketika Taiga menawarkan untuk mengantarku, aku menolaknya dan berbalik badan. Aku tidak cukup berani menoleh kembali padanya hanya untuk mendapatkan bahwa Taiga sudah memalingkan badannya juga dan tidak menungguku.
28 Januari 2014
Taiga mengajakku ketemuan tanggal 28 Januari, kata dia hari itu adalah ulang tahunnya. Sesampainya di tempat yang dia bilang kepadaku. Dia dan teman-temannya menyambutku dengan hangat, beberapa saat kemudian seorang perempuan datang membawa kue ulang tahun dan kami pun menyanyikan lagu ulang tahun bersama-sama. Ketika Taiga selesai meniup lilinnya perempuan yang tadi kemudian mengecup bibirnya memang singkat namun cukup membuatku terhenyak. Aku menunggu aliran kemarahan meluap di sekujur tubuhku namun aku tidak merasakannya hanya air mata bodoh yang memutuskan keluar sekarang. Tak sanggup menahan air mata pengkhianat itu aku berlari keluar tak menghiraukan suara Taiga yang memanggilku untuk kembali.
                                                                  ***

           “Ratu Katherine, kenapa kau mengutuk Zoe seperti itu?”. Suara seorang gadis berambut merah melengking tinggi di aula istana. Seorang wanita berambut cokelat dengan jubah putih yang sedang mengamati cermin berbalik menatap perempuan tersebut dengan tatapan tajam alhasil membuat gadis berambut merah tadi menundukkan kepalanya.
           “Elsa, asal kau tahu ada beberapa hal di luar kuasaku yang bahkan aku sendiri tidak dapat menghentikannya. Zoe sudah melawan hukum alam, memotong benang takdir, dia menyelamatkan pemuda itu dan mungkin sudah memikirkan konsekuensinya.” Suara wanita itu terdengar cukup lembut.
           “Gelang di kedua kakinya telah hilang dan sebentar lagi gelang di tangan kirinya akan menghilang juga. Rasa takut, amarah dan sedihnya sudah menghilang bersamaan hilangnya ketiga gelangnya. Tinggal dua sifat yang tinggal dalam dirinya itu pasti akan mampu membuat orang lain jatuh cinta padanya.” Elsa bersikeras.
           “Semoga begitu dengan sifat ceria dan sedia berkorbannya dia mungkin bisa, tapi apakah kau tahu amarah dan kesedihan juga dibutuhkan dalam mendapatkan cinta?”. Pernyataan Ratu Katherine membuat Elsa terdiam seakan tahu akhir cerita ini.
                                                                 ***
           Aku terbangun di kamar tidur dan langsung mengingat kejadian semalam. Aku beranjak dari tempat tidur dan merasakan badanku kaku dan pegal. Sambil merilekskan otot-ototku aku meraih cermin di atas meja rias dan meringis melihat betapa berantakannya wajaku. Mataku sembab karena kebanyakan menangis tadi malam membuat wajahku seperti orang kalah perang. Bekas air mata tampak di kedua pipiku dan bibirku kering. Setelah mandi dan sarapan aku memutuskan tidak melakukan apa-apa hari ini dan beristirahat.

5 Februari 2014
Aku duduk di bangku taman hari ini. Mengenang semua yang telah aku dan Taiga lakukan. Sudah seminggu lebih aku dan Taiga tidak bertemu. Sudah beberapa kali aku duduk di bangku taman favoritnya dan dia tidak kunjung hadir. Terkadang rasa egois mengalahkan logikaku dan aku sempat berpikir bahwa aku telah salah mencintai orang seperti dia. Namun ketika pikiranku kembali jernih aku tau akulah yang salah. Aku yang pertama kali meninggalkannya terlebih dahulu.
***
 “Bodoh, apa yang dilakukan Zoe disana, mengapa dia hanya diam?” teriak Elsa frustasi. “Setidaknya ia bisa berusaha untuk bertemu Taiga.” Tambah Elsa lagi.
            “Sabar Elsa, kita tahu mereka saling mencintai hanya saja mereka tidak punya keberanian untuk mengungkapkannya. Kau tahu Taiga trauma untuk mengungkapkan cinta karena dia pernah ditolak hingga ia tidak mempedulikan dirinya lagi sampai Zoe menyelamatkannya.” Jelas Ratu Katherine.
           “Baiklah kalau begitu, aku akan turun ke Bumi dan memberitahu Taiga untuk cepat bertindak.” Elsa berniat meninggalkan istana ketika ia mendengar Ratu Katherine berteriak. “STOP Elsa, kau tidak tahu apa yang kau lakukan. Ketika kau melakukannya kau hanya membuat ini semakin kacau dan kematian Zoe semakin cepat.” Suara Ratu Katherine terengah-engah dan terdengar panik.
           “Terus apa yang harus kita lakukan ratu, kau tahu Zoe adalah anakmu juga. Apakah kau akan membiarkannya menghilang begitu saja?”. Elsa balas berteriak. Air mata mulai menggenang di matanya. Dia jatuh terduduk di lantai, tak percaya akan semua hal yang terjadi.
           “Tidak ada yang dapat kita lakukan sekarang kau hanya harus percaya pada mereka. Ini adalah takdir mereka.” Ratu Katherine memeluk Elsa dan mengusap kepalanya. “Kalian semua adalah anak-anakku yang kucintai.”gumam Ratu Katherine.
12 Februari 2014
Taiga terbangun dari tempat tidurnya dengan peluh membasahi bajunya. Kepalanya pusing. Matanya berkunang-kunang. Dia baru saja bermimpi buruk. Dia memimpikan Zoe menghilang diantara ribuan cahaya tepat di depan matanya. Mengapa ia bermimpi seperti itu? Dia tahu itu hanya mimpi buruk tapi firasatnya mengatakan hal yang lebih buruk baru akan segera terjadi.
            Seminggu lebih dia tidak tahu bagaimana kabar Zoe. Apa saja yang dia makan. Apa yang dia lakukan. Taiga tersenyum mengingat Zoe tidak makan kecuali takoyaki dan es kopi susu. Makanan yang pertama kali ia berikan pada Zoe. Hari ini tanggal 12 Februari 2014. Dia berencana mengungkapkan cintanya pada tanggal 13 Februari tepat tengah malam menjelang 14 Februari 2014 yang katanya hari kasih sayang. Dia tidak percaya akan hal itu tapi apa salahnya mengikuti tren yang popular saat ini. Dia akan melepaskan diri dari trauma ditolak oleh wanita yang disukainya. Dia akan menembak Zoe karena dia tahu bahwa Zoe juga suka padanya melihat ia langsung pergi setelah dirinya dicium oleh teman wanitanya. Dia cemburu, pikir Taiga sambil tersenyum.
13 Februari 2014
Aku benar-benar putus asa. Taiga tidak datang sama sekali. Aku tahu seberapa putus asanya diriku hanya mengharapkan cinta bertepuk sebelah tangan ini. Aku memikirkan apa saja yang telah kulakukan akhir-akhir ini dan aku tidak menyesal telah melakukannya. Aku menyelamatkannya. Lelaki sebaik dan sehebat Taiga. Aku tahu ia pantas mendapatkan hidupnya ini tanpa diganggu oleh dewi kematian yang sebentar lagi akan menghilang karena peraturan takdir.
           Aku ingat 40 hari yang lalu ketika aku mendapatkan hukuman ini setelah aku dewi kematian menyelamatkan Taiga yang seharusnya aku cabut nyawanya. Aku harus menemukan seseorang yang mencintaiku dalam waktu 40 hari.

          
Aku dibekali dengan 4 gelang di sepasang tangan dan kakiku serta sebuah kalung melambangkan 5 musim. Setiap satu gelang lenyap satu sifat dari dalam diriku ikut menghilang. Jika kelima-limanya lenyap aku pun akan ikut menghilang.Aku meraba leherku dan menghembuskan nafas lega ketika menemukan sebuah kalung yang masih tergantung di leherku. Itulah satu-satunya tanda bahwa aku masih bisa mencintai dan setidaknya jika aku akan menghilang bukanlah sebagai mayat hidup yang tidak merasakan apa-apa melainkan dengan sifat tuk mencintai masih tersisa di dalam diriku.
                                                                              ***

            Taiga panik. Malam menunjukkan jam 12 dan ia tidak menemukan Zoe dimana-mana. Dia mencari Zoe ke rumahnya dan rumah itu tampak kosong. Di restoran tidak ada. Bahkan ia sempat mencari di taman bangku favoritnya juga tidak ada. Zoe hilang bagi ditelan bumi. Tak ada jejak atau sesuatu yang ditinggalkan. Ketika Taiga hampir putus asa ia teringat tempat pertama kali mereka bertemu. Ketika Zoe menyelamatkan nyawanya. Segera Taiga berlari. Tak peduli berapa orang yang sudah ditabraknya dia tidak meminta maaf. Di pikirannya hanya ada Zoe. Hanya Zoe.
                                                                                ***

            Badanku terasa dingin tapi panas di dalam. Langkahku tertatih. Kuusap peluh di keningku yang terus keluar tak peduli cuaca cukup dingin. Aku sudah mengalami seperti ini empat kali setiap satu gelang menghilang. Tapi sekarang rasanya tidak begitu. Kali ini sakitnya lebih seakan-akan tubuhku membeku dari dalam. Aku sampai di samping tiang lampu lalu lintas tempat aku dan Taiga pertama kali bertemu. Badanku tak sanggup menahan bebannya lagi dan aku terduduk bersandarkan tiang itu. Menunggu kematian yang siap menjemputku.
            Itu dia. Itu Zoe. Dia benar. Zoe ada di tempat pertama kali mereka bertemu. Taiga tersenyum lega, tapi ketika melihat Zoe nampak kesakitan. Kecemasan membanjiri hatinya. Taiga segera menuju tempat Zoe terduduk dan memegang dahinya. Sangat panas. Karena khawatir Taiga membawa Zoe ke bawah pohon di depan sebuah toko mainan.
           “Taiga, kau datang.” Kataku sambil memegang tangannya. Aku merasakan kehangatan ketika menyentuhnya. Ketika aku akan bangun untuk melihat lebih jelas dirinya, tangan Taiga mencegahku. “Kau panas Zoe, istirahatlah. Aku akan menunggu.” Kata-kata Taiga sekali lagi membawa kehangatan pada diriku. Setelah lima menit tak ada satupun yang berbicara di antara kami. Aku pun mencoba menggerakkan bibirku bersamaan dengan Taiga yang terlihat akan mengatakan sesuatu.
           “Kau duluan.” Kata Taiga sambil merapikan rambutku yang berantakan. Aku meletakkan kedua tanganku di pipinya. “Taiga, apakah kau percaya pada takdir? Sesuatu yang sudah ditentukan sejak lahir. Aku percaya pada takdir. Dan aku percaya kalau aku ditakdirkan untuk menyukaimu... untuk...” kata-kataku tak dapat keluar. Tercekat diantara tenggorokanku.
            Jam di taman berdentang 12 kali dan berbunyi lebih keras dari biasanya seakan-akan itu adalah lagu yang terakhir kudengar. Aku siap untuk pergi dan tiba-tiba... “Aku mencintaimu Zoe.” Tiga kalimat itu membuatku terhenyak dan tanpa sadar air mata keluar dari mataku. Bersama Taiga membuatku merasakan berbagai hal. “Aku senang Taiga, dan walaupun itu sedikit terlambat aku senang kalau kau mencintaiku. Sekarang aku dapat pergi tanpa penyesalan.” Kataku tersenyum lemah.
           “Stop Zoe, kau mengatakan yang tidak-tidak. Apanya yang terlambat. Aku tidak akan membiarkanmu pergi dan aku akan selalu berada di sisimu. Taiga mengguncang-guncang tubuhku. Perlahan kalung di leherku bersinar dan mulai lenyap. Sesaat kemudian disusul oleh tubuhku yang mulai terpecah menjadi kepingan cahaya.
           “Zoe,zoe. Kau tidak boleh menghilang. Kau tidak boleh pergi.” Taiga memelukku erat-erat dan mengucapkan namaku berkali-kali bagaikan doa. Kepingan cahaya semakin banyak dan membumbung ke angkasa. Taiga mencoba meraih kepingan-kepingan cahaya itu tapi mereka seakan tembus tak terjangkau. Taiga hanya bisa menangis. Aku tak menyesal telah membuat laki-laki tegar ini menangis karenaku. Sesaat sebelum aku menghilang teriakan namaku yang terakhir kudengar dari bibir taiga. Kuberikan senyum terbaikku padanya. Aku lenyap.
1 tahun kemudian, 14 Februari 2015
Gadis berambut hitam legam pendek sedang duduk di atas bangku taman. Waktu itu musim dingin di  bulan Februari. Dia duduk disana dengan satu tujuan. Dia ingin mengetahui siapa yang selalu meletakkan barang-barang kesukaannya di bangku taman setiap awal musim. Ketika musim semi tahun lalu dia mendapatkan sepiring takoyaki di sampingnya. Ia kira itu hanya perbuatan iseng. Namun pada awal musim panas ia menemukan sekaleng kopi susu di atas bangku taman. Karena ia haus dia langsung saja  meminum kopi susu itu tanpa pikir panjang. Pada awal musim gugur begitu juga, sepasang sarung tangan berada di sampingnya. Puncaknya di awal musim dingin. Ia menemukan syal berwarna merah di bangku taman bahkan sebelum ia tiba di tempat itu.
            Sepertinya orang itu tau kebiasaanku. Jangan-jangan dia itu stalker. Ih ngeri, pikirnya. Tapi orang itu tahu semua barang dan makanan kesukaannya. Akhirnya dia mengambil syal itu dan mengambil sesuatu dari sakunya. Setelah meletakkan sesuatu tadi di atas bangku taman, gadis itu pergi.
                                                                              ***

           Taiga mengamati gadis itu dari kejauhan dan ketika gadis itu beranjak dari tempat bangku taman, ia menuju ke bangku itu. Taiga sudah mengamati gadis itu dari setahun yang lalu. Dia tidak peduli bila dirinya disebut stalker. Dia hanya tahu segala sesuatu pada gadis itu mengingatkannya pada Zoe. Tahun lalu ketika musim semi dia melihat gadis itu duduk di bangku taman dengan mata berbinar-binar menatap pohon yang mekar di depannya. Di musim panas, gadis itu begitu ceria dan senyumnya mengundang kehangatan layaknya matahari. Di musim gugur, gadis itu terlihat khawatir memandangi dedaunan yang berguguran. Dan ketika musim dingin tiba, sekali lagi dia melihat wanita itu diam terpaku di depan pohon yang kini tersisa rantingnya.
           Taiga penasaran mengapa gadis itu selalu berganti-ganti ekspresi setiap ia mlihatnya di awal musim. Seakan-akan dia adalah bagian dari musim itu. Taiga ingin tahu bagaimana ekspresi gadis itu ketika sedang hujan, akankah dia bersedih. Taiga sampai di bangku itu dan melihat pemutar musik beserta headset diatasnya. Dia mengambil pemutar musik itu dan melihat satu file dengan nama for you. Dia  memakai headset dan menekan tombol play dan terdengarlah suara yang tidak ia duga.

           “Halo. Terima kasih bagi yang telah memberi barang-barang kesukaanku di setiap awal musimnya. Aku menyukainya. Sekali lagi terima kasih. Ngomong-ngomong namaku Zoe.......” kata kata selanjutnya tidak didengarkan oleh Taiga. Dia hanya terpaku pada pohon didepannya yang siap menumbuhkan daun baru menjelang musim semi. “Apakah kau suka hujan? Aku menyukainya. Bagaimana kalau kita ketemuan saat tetes hujan pertama turun di bangku taman di depan pohon besar ini.” Taiga tersenyum dan bergumam “Zoe kau kembali.”
       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © Welcome To My Imagination Urang-kurai